Aurelie Moeremans menghadapi tantangan yang tidak menyenangkan saat memulai karirnya sebagai seorang aktris di Indonesia. Masalahnya? Warna kulitnya yang tidak sesuai dengan standar kecantikan lokal. Sebagai seorang wanita berkulit kecokelatan, Aurel merasa bahwa beberapa pihak tidak senang dengan warna kulitnya yang berbeda.
Sebelumnya, Aurelie tidak pernah mengalami masalah terkait warna kulitnya di Belgia. Namun, ketika ia memulai karir di Indonesia, ia merasa terkejut dengan komentar-komentar yang menyiratkan bahwa kulitnya perlu ditempelengi agar menjadi lebih putih. “Saat aku bergabung dengan manajemen di sini, mereka bilang padaku, ‘Kamu cantik sekali, tapi warna kulitmu agak belang ya. Mengapa tidak suntik putih?'” ujar Aurelie dalam sebuah acara Talkpod.
Mendapat perlakuan seperti itu bukanlah hal yang baru bagi Aurelie. Bahkan, saat proses syuting sebuah sinetron, seorang sineas menyarankan agar kulitnya di-scrub agar terlihat lebih cerah. Aurelie pun menegaskan bahwa itu bukan masalah daki, melainkan masalah lighting yang mungkin kurang sempurna.
Elsa Japasal, pembawa acara yang juga ikut dalam diskusi tersebut, turut prihatin dengan standar kecantikan yang ada di Indonesia. Menurutnya, banyak dari kita masih terpaku pada citra kecantikan yang didasarkan pada warna kulit yang cerah. Padahal, kulit asli orang Indonesia biasanya berwarna kuning langsat, bukan putih cerah seperti yang sering diidam-idamkan.
“Penting untuk kita semua menyadari bahwa kecantikan sejati tidak hanya ditentukan oleh warna kulit,” kata Elsa. “Kulit kuning langsat atau cokelat juga indah, dan justru mencerminkan keberagaman serta kekayaan budaya Indonesia.”
Melalui pengalamannya tersebut, Aurelie Moeremans berharap bahwa masyarakat Indonesia dapat lebih membuka pikiran terhadap definisi kecantikan yang lebih inklusif. Kulit boleh berwarna apa saja, yang terpenting adalah rasa percaya diri dan kenyamanan dalam kulit sendiri. Dengan demikian, kita dapat merayakan keindahan dalam segala bentuk dan warna kulit.