Jaksa Agung Venezuela, Tarek William Saab, mengumumkan pada Senin (5/8) bahwa mereka mulai menyelidiki kandidat presiden oposisi, Edmundo González, dan pemimpinnya, Maria Corina Machado. Penyelidikan ini terkait dengan seruan mereka agar angkatan bersenjata menarik dukungan dari Presiden Nicolás Maduro dan menghentikan penindasan terhadap para demonstran.
Saab mengatakan bahwa penyelidikan ini berhubungan langsung dengan seruan tertulis yang dikirim oleh González dan Machado beberapa jam sebelumnya. Dalam seruan tersebut, mereka mengkritik Maduro dan kekerasan yang terjadi dalam pemilihan 28 Juli lalu.
Menurut Saab, González dan Machado dianggap telah “salah mengumumkan pemenang pemilihan presiden, padahal hanya Dewan Pemilihan Nasional yang berhak melakukannya” dan mereka juga diduga menghasut “pejabat polisi dan militer untuk tidak mengikuti hukum.”
González dan Machado dituduh melakukan berbagai kejahatan seperti perampasan fungsi, penyebaran informasi palsu, dan persekongkolan.
Angkatan bersenjata biasanya berperan penting dalam perselisihan politik di Venezuela. Namun, meski ada bukti dari oposisi yang menunjukkan mereka mengalahkan Maduro dengan selisih lebih dari 2 banding 1 dalam pemilu, angkatan bersenjata tidak menunjukkan tanda-tanda akan berpaling dari Maduro.
González dan Machado meminta anggota pasukan keamanan untuk memikirkan kembali kesetiaan mereka kepada Maduro.
Sementara itu, pemerintah Venezuela menyatakan Maduro sebagai pemenang pemilihan pada 28 Juli, tapi belum mengungkap hasil penghitungan suara. Oposisi mengklaim telah mengumpulkan data dari lebih dari 30.000 tempat pemungutan suara yang menunjukkan mereka yang menang.
Pada Sabtu (3/8), Maduro mengumumkan bahwa pemerintah telah menangkap 2.000 penentangnya dan berjanji akan menahan lebih banyak orang dan mengirim mereka ke penjara. Pemberontakan pascapemilu juga dilaporkan menyebabkan sedikitnya 11 orang tewas, menurut Foro Penal, sebuah kelompok hak asasi manusia di Caracas.